PERJALANAN MENJADI GURU PROFESSIONAL

PERJALANAN MENJADI GURU PROFESSIONAL

 

Saya tegang. Sakit perut dan lidahku kelu. Harus bagaimana ini, sedangkan dihadapanku ada belasan santri TPA usia sekitar 3 sampai 7 tahun? Wali kelas tidak masuk sehingga hari ini adalah pertama kali aku mengajar, Saudara! Suara santri semakin riuh. Mereka bercerita, tertawa, berteriak, dan berakhir pada….

“Ini mau dimulai jam berapa, tho, ngajinya, Mbak. Saya selak ngelih!”

Oow….! Ada anak yang tak sabar ingin pulang karena lapar. Ayolah, Rita….!

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh….”

Aku membuka kelas, tetapi anak-anak masih saja sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

“Anak-anak, hari ini kita mulai dengan baca doa ya.”

Hanya dua anak saja yang merespons. Oh, bagaimana ini? Aku menekuk-nekuk jemari. Tapi, sudahlah! Ku jalankan saja urutan membuka kelas seperti yang disampaikan oleh wali kelas kemarin. Diawali dengan salam, doa belajar, doa orangtua, doa keselamatan dunia akhirat dan mengaji Iqra satu per satu sambil memberi tugas untuk santri.

Riuh rendahnya suara santri kelasku tak kunjung berhenti. Meski sudah kusampaikan kepada mereka agar berbicara perlahan saja. Beberapa orangtua yang lewat masjid melongok ke dalam kelas. Duh, malu sekali! Sangat kelihatan sekali kalau aku guru baru di disini.

Beberapa hari yang lalu Teh Neneng, Ketua Asrama  mengajakku mengajar TPA. Berminggu-minggu tak ada kegiatan di Yogyakarta, aku menunggu saatnya masa kuliah datang. Daripada hanya makan, nonton dan ngobrol di asrama, aku terima tawaran itu.

Usai mengajar, aku berkeluh kesah tentang kelasku pada Teh Neneng. Beliau kan, senior di TPA ini.

“Ih…udah bagus, gitu kok. Yang penting kamu udah pede dan mau memulai. Santai aja. Besok ngajar lagi.”

Aku melongo diapresiasi. Baiklah, besok aku mengajar lagi. Kata Teh Neneng, mengajar itu harus sabar, banyak senyum dan santai. Tidak perlu panik yang penting anak anak mau berangkat ke TPA. Lebih bagus lagi kalau mereka mau mengerjakan tugas. Baiklah….

Setiap hari aku mengamati para senior yang mengajar. Aku memperhatikan bagaimana cara mereka membuka kelas, mulai melaksanakan aktivitas mengajar, hingga menutup kelas. Kegiatan ini selanjutnya menjadi rutinitas. Karena kuliah masih semester awal, saya belum memiliki jadwal yang padat sehingga memungkinkan untuk aktif datang ke TPA.

Berawal dari membuka, aku banyak belajar bagaimana tampil didepan anak-anak. Aku kemudian menjadi biasa tampil didepan mereka. Walaupun banyak orang tua yang melihat, grogiku perlahan hilang hingga bisa berkreatif membuat lagu gubahan untuk anak-anak. Rupanya ini yang disebut learning by doing dan learning by observation.

Dua tahun berada di kelas A membuat aku banyak belajar tentang anak. Aku mulai paham bagaimana cara membujuk anak jika ngambek tidak mau mengaji. Biasanya  kudekati mereka sambil menunjukan sesuatu yang terlihat didepan mereka. “Coba lihat keatas, ada layang-layang loh!”

Lalu aku bercerita sedikit tentang layang-layang. Setelah itu barulah anak tadi diajak mengaji. Cerita lain, ada juga yang sedang kurang mood mengaji. Ia tampak marah. Kudekati perlahan, kusetarakan wajah dengannya.

“Boleh Mbak bantu?”

Ia menoleh cemberut.

“Boleh Mbak peluk?”

Santri itupun langsung menghambur kepelukanku. Sejadinya ia menangis. Aku usap perlahan. Setelah itu, ia bercerita kalau tadi ia dimarahi ibunya. Aku merasa iba walau aku tahu bahwa anak sekecil itu  memang sedang egosentris.

Wajar kalau ia membuat kita menjadi kesal.  Mereka merasa paling benar dan ingin menjadi pusat perhatian. Kubesarkan hatinya, kuberika motivasi. Kuberi pengertian bahwa mungkin ibu sedang lelah. Meski marah, ibunya tetap saying padanya. Aku memintanya untuk meminta maaf pada ibunya.

Cerita berikutnya, anak yang sedang enggan menulis. Biasanya kuhampiri mereka dengan membawa pensil warna, lalu kuajak mereka menggunakannya untuk menulis.

Pernah suatu ketika ada anak PAUD yang bertanya “Mbak kenapa Mesjid ada kubahnya?” Pertanyaan itu sungguh diluar pemikiranku. Sangat bagus.Tahun itu internet belumlah  digenggaman. Aku berusaha  menjawab yang bisa diterima oleh akalnya. “Kubah itu dibuat agar orang-orang tahu kalau bagunan ini adalah masjid. Kalau gak ada kubahnya orang-orang akan sulit membedakan antara rumah dan masjid.”

Mengajar anak usia  PAUD dan TK ini memang harus ekstrasabar. Kita harus siap mendengar “curhat” mereka. Ada salah satu anak yang senang bercerita sebelum mengaji, namanya Ega. Ia anak yang lucu. Sebelum mengaji, ia bercerita apapun termasuk baju barunya. Aku membiarkannya bercerita dulu baru kemudian diajak untuk mulai mengaji.

Ada santri yang cukup sulit fokus dan  sulit mengingat sehingga kita harus berinisiatif untuk mencari solusi.

Ayo, yang matanya dua diatas disebut apa ,ya?” Pertanyaan ini diajukan untuk membantu mereka fokus dan mengingat huruf ta.

Ada anak yang suka menangis karena takut ditinggal ibunya. Ia kuajak bermain terlebih dahulu

“Ayo kesini yuk, ikut Mbak, kita mewarnai dulu, ya.”

Teknik-teknik pendekatan pada anak kulakukan. Aku bahkan belajar mengeluarkan suara yang khas untuk menarik perhatian mereka, seperti menirukan suara gajah, kuda ataupun suara bebek agar mereka dapat fokus kembali dalam belajar.

Dua tahun mengajar. Aku mulai ditunjuk mewakili TPA untuk mengikuti berbagai pelatihan mengajar ataupun pelatihan managemen yang berkaitan dengan TPA. Salah satu pelatihan yang paling menarik adalah pelatihan mendongeng. Dari pelatihan itu, aku mengetahui bahwa dalam mendongeng kita memerlukan minimal 3 suara yaitu, suara besar, suara kecil dan suara normal.

Agar dongeng kita semakin hidup harus ditambah dengan suara-suara yang lain. Suara nenek, suara kakek, suara buka pintu, suara air, suara angin dan suara-suara lainnya yang berkaitan dengan tema dongeng yang kita sampaikan.

Mendongeng memudahkan kita menarik perhatian anak-anak dalam jumlah yang besar. Aku sangat kagum dengan salah satu pendongeng yang terkenal di Yogyakarta yang bernama Kak Bimo. Beliau dapat memukau semua anak. Sekali paggilan suara saja, para santri terkesima dan fokus pada beliau. Durasi satu jam tidak terasa lama, bahkan anak-anak meminta menambah cerita.

 Mulai Mencintai Profesi Mengajar 

            Perjalanan  cinta  mengajar ini tumbuh alami dari hari ke hari walaupun mengajar anak-anak tanpa di gaji. Ada rasa rindu jika tidak mengajar mereka. Tahun ketiga mengajar di TPA ini,  aku diangkat menjadi wali kelas untuk kelompok C, yaitu kelompok kelas atas dengan usia 10-12 tahun. Kembali aku mengajar secara otodidak dan learning by doing. Aku belajar untuk menjadi sahabat mereka dan menjadi kakak mereka.

Mengajar anak ABG ini gampang-gampang susah. Jika sudah sehati dengan kita apapun yang kita perintahkan, akan dikerjakan oleh mereka. Jika tidak sehati, sikap acuh dan tak acuhnya muncul. Temanku yang mengajar kelas A sering mengatakan.

“Mereka itu mau diperintah sama kamu aja, sama kita-kita mereka gak mau.”

 Dari pengamatan itu, jika diperhatikan siwa kelas C sangat loyal dengan walinya. Aku memposisikan diri sebagai kakak mereka. Suatu hari, salah satu dari mereka ada yang bermasalah, mengambil barang di swalayan. Karena alaram berbunyi anak itu dibawa ke ruang satpam. Teman-temannya menghampiriku  diasrama, menceritakan kronologisnya.

Pada saat itu ia tinggal bersama pamannya, jika diketahui oleh pamannya maka ceritanya akan bertambah rumit. Mereka berinisiatif meminta tolong kepadaku. Barang yang diambil seharga Rp.4000,- dan harus dibayar 10 kali lipat menjadi Rp.40.000,-. Dengan status mahasiswa pada tahun itu membayar Rp.40.000,- sangatlah berat,akan tetapi ini semua demi membantunya.

Setelah kejadian itu sikap loyal mereka kepadaku semakin bertambah. Aku selalu mengingatkan mereka, apapun kondisinya, kita  jangan pernah mengambil barang yang bukan milik kita. Satu hal yang kutanamkan sebagai seorang guru, kita harus berani berkorban demi anak didik.

Tantangan Baru Mengajar Lansia

Setiap bulan Ramadhan kegiatan rutin di mesjid adalah program belajar membaca Al-Qur,an untuk para lansia. Panitia meminta kami untuk menjadi pengajarnya. Aku ragu untuk bersedia, karena rasa sungkan dan merasa kurang ilmu.

 “Sampaikanlah walau satu ayat.”  Pesan itu disampaikan oleh penasehat masjid. Jika kamu hanya bisa Al-Fatihah maka sampaikanlah Al-Fatihah , niatkan dengan ikhlas agar menjadi amal jariyah. Nasehat itu yang meyakinkanku hingga pengalaman baru datang menghampiri.

Untuk mengajar lansia kuncinya adalah kesabaran, karena penglihatan dan pendengaran mereka sudah jauh berkurang. Pengalaman yang tidak terlupakan ketika mengajar lansia adalah  mereka sulit menyebut huruf-huruf hija’iyah. Karena kondisi gigi yang sudah tidak sempurna. Kegiatan ini dijadwalkan selesai sholat Subuh, tidak heran ada banyak dari mereka yang mengantuk hingga tertidur.

Program ini dikhususkan untuk lansia  yang belum bisa membaca Al-Qur,an. Ada persamaan antara mengajar  anak-anak dengan lansia yaitu karakter. Jika mengajar anak-anak diperlukan karakter ceria dan bermain, sedangkan mengajar lansia diperlukan kararkter mengayomi .

Sebagai contoh ada lansia yang mudah tertawa. Bila salah dalam  pengucapan ia selalu keawa. Ada juga yang ngeyelan atau suka membantah jika disuruh ulang bacaannya ia merasa sudah benar. “Tadi udah benar kok.”

Ada juga lansia yang senang curhat jadi sebelum mengaji ia curhat tentang anaknya, cucunya, menantunya dan masakannya. Sebagai guru kita harus siap dengan semua karakter siswa. Karena sejatinya guru adalah pelayan bagi siswanya.

Mengajar Mahasiswa Sebagai Asisten Dosen di Kampus

            Keinginanku melamar menjadi assisten dosen sudah terbesit sejak semester 5. Pada awalnya aku belum percaya diri akan tetapi,  prinsip you will never know if you never try. Akhirnya kucoba melamar. Setelah lulus persyaratan administrasi, tes selanjutnya  adalah micro teaching. Memiliki pengalaman mengajar di TPA membuatku tidak grogi dalam tes micro teaching. Sehingga aku mendapat kesempatan menjadi asisten dosen di 4 mata kuliah. 

Menjadi assisten dosen selain mendapatkan penghasilan tambahan hal yang paling penting adalah pengalaman. Sebagai asisten dosen kita harus bisa mengikuti  tipe dosen pengampu. Ada dosen yang benar-benar menugaskan assistennya sekedar membantu pekerjaan mereka.

Dengan cara kita membantu mahasiswa jika mereka kesulitan dalam praktikumnya. Sedangkan kegiatan menjelaskan materi dilakukan oleh dosen itu sendiri. Akan tetapi ada juga dosen yang benar-benar menyerahkan tugas mengajarnya kepada asistennya. Aku mendapatkan kedua tipe dosen tersebut.

 Dalam menerangkan materi kepada mahasiswa kuncinya adalah penampilan agar mereka yakin bahwa sebagai asisten dosen kita memang mampu untuk mengajar mereka. Bagaimana cara meyakinkannya? kuasai materi, cari lebih satu referensi dan berpenampilan menarik . 

Takdir Lagi-Lagi Menarikku di Dunia Mengajar

            Setelah menamatkan kuliah di Yogyakarta aku tidak pernah berfikir untuk menjadi guru. Akan tetapi nasib yang membawaku ke profesi guru. Tahun 2005 aku lulus dengan predikat terbaik. Aku kira cukup mudah untuk mencari pekerjaan dengan gelar Sarjana Komputer.

 Akan tetapi setiap lamaran yang diajukan berakhir dengan ketidak pastian. Akhirnya kucoba melamar di salah satu sekolah Boarding School yang berada di Provinsi Banten.

 Lamaranku diterima. Tes yang tidak pernah aku khawatirkan adalah micro teaching. Berkat pengalaman. “Experience is the best teacher.” Walaupun hanya sekedar mengajar dilingkungan non formal akan tetapi berkat pengalaman itulah aku selalu percaya diri dalam tes micro teaching.

            Di terima mengajar SMP dan SMA untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Boarding School yaitu pesantren modern yang berada di Serang-Banten. Pengalaman baru , hal baru, kegiatan baru dengan penghasilan yang sangat layak berawal dari pengalaman mengajar non profit. Walaupun belum pernah mengajar dilingkungan pendidikan formal akan tetapi pengalaman mengajar di TPA membuatku banyak belajar.

            Perbedaan mengajar antara pendidikan formal dan non formal adalah administrasi dalam belajar-mengajar. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam mengajar dilingkungan boarding / asrama adalah kita harus bisa mengatasi kejenuhan baik guru maupun siswa. Karena dalam ingkungan asrama aktifitas yang kita lakukan selalu bertemu dengan orang –orang yang sama dan ditempat yang sama.

Kedua yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana cara beradaptasi dengan mereka. Karena berasal dari kehidupan yang berbeda. Di boarding ini aku mengajar selama 1 tahun 2 bulan. Dalam waktu singkat itu alhamdulillah aku sudah membimbing siswa dan meraih juara dalam lomba sience dan teknologi di tingkat kabupaten dan provinsi.

            Ketiga yang perlu jadi perhatian adalah pesan orang tua yang selalu menitipkan anaknya kepada kita “Ustadzah saya titip anak saya, ya?“ Sambil memberi ucapan terimakasih. Saya selalu ingat ucapan penasehat yayasan “Jangan karena Khong Guan bapak/ibu langsung merubah nilai anak.”

Mengajar Kursus Komputer di Denpasar

            Menikah dan mendapat pasangan yang bekerja di Denpasar akhirnya aku pindah ke Bali. Dua tahun berhenti dari kegiatan mengajar dilingkungan pendidikan formal. Aku bekerja part time di lingkungan non formal. Menjadi instruktur salah satu kursus Computer yang berada di Denpasar.

Dalam mengajar kursus yang perlu diperhatikan adalah heterogen siswa yang belajar dari berbagai kalangan profesi.Suatu ketika aku sedang mengajar kelas basic Design Grafis Corel Draw. Peserta kursus terdiri dari 6 orang. Ada yang masih duduk dibangku sekolah dan ada yang sudah bekerja. Karena pertemuan pertama maka yang aku terangin adalah pengenalan dengan aplikasi Corel Draw. Ada satu peserta kursus yang selalu bertanya lebih jauh. Aku yakin ia sudah menguasai Corel Draw akan tetapi ingin mendapatkan ilmu yang lebih.

Aku tegaskan kepada peserta kursus jika mereka mengambil kursus dasar maka ilmu yang diajarkan adalah ilmu dasar. Jika ingin materi yang lebih lanjut, ada kelas advancenya. Peserta tersebut sepertinya tidak puas, ia keluar dan tidak pernah kembali lagi. 

“Mengapa peserta kursus itu keluar?” Pengelola mengira karena ketidak puasan peserta kursus dengan cara mengajarku. Aku beri penjelasan, ketika kelas basic ilmu yang diajarkan adalah basic , sedangkan peserta ini inginnya ilmu yang lebih tinggi.

 Jika aku layani 1 orang maka yang lain akan menjadi korbannya. Hal yang perlu jadi perhatian dalam mengajar kursus adalah meyakinkan peserta kursus. Setelah  belajar dikursus ini mereka akan mampu menggunakan aplikasi yang sudah diajarkan.

Mengajar SMP Swasta di Denpasar

Tahun 2009 kembali lagi aku melamar disalah satu sekolah swasta Islam terpadu di Denpasar. Disekolah ini aku hanya bertahan 6 bulan dikarenakan aku ingin melamar CPNS. Satu semester disekolah ini  kudapatkan pengalaman mengajar yang berharga.

Sekolah tidak banyak merekrut guru, maka satu guru bisa mengampu beberapa mata pelajaran. Selain mapel TIK aku diminta untuk mengajar mapel Fiqih di SMP.

 Ilmu agamaku sangatlah terbatas, karena pendidikanku bukan dari jurusan agama. Aku terus belajar dan berusaha. Suatu hari aku menggunakan teknik mendongeng dalam mengajar Fiqih.

Menceritakan kisah teladan para sahabat nabi. Hasilnya sangat diluar dugaan mereka terdiam dan tertegun mendengar kisah itu. Setelah selesai mereka minta diceritakan kisah lainnya. Berarti teknik mendongeng ini tidak hanya diminati oleh anak-anak saja akan tetapi semua umur senang dengan teknik ini.

Memilih Mengajar Sebagai Jalan Juang

Dengan pengalaman mengajar itulah akhirnya aku yakinkan diri,  bahwa pengalaman yang  kumiliki tidak jauh dari dunia pendidikan. Kuputuskan melanjutkan pendidikan untuk mencari Akta Mengajar. Desember 2009 penerimaan CPNS dibuka untuk lowongan guru TIK di lingkungan Pemkab Jembrana.

Tes yang tidak pernah kukhawatirkan adalah micro teaching. Berkat pengalaman mengajar sebelumnya nilai microteachingku cukup memuaskan. Alhamdulillah akhirnya aku diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kini aku telah menjadi guru profesional dengan memiliki sertifikat pendidik. Aku mengajar di salah satu Sekolah Negeri  dilingkungan Pemerintah Kab. Jembrana Provinsi Bali. Banyak pengalaman baru yang kudapati disekolah ini. Terkhusus untuk budaya dan adat-istiadat. Mengenal Putu,  Kadek, Komang dan Ketut membuat warna baru dalam pengalaman mengajarlu

Menyaksikan langsung tarian dan musik Bali yang sudah terkenal dimanca negara. Selain itu relawan-relawan dari berbagai negara yang tergabung didalam Dejavato Foundation selalu hadir tiap tahunnya disekolah kami untuk membantu didalam kegiatan belajar khususnya bahasa Inggris.

Selain mengajar mata pelajaran Informatika dan Bimbingan TIK, aku juga mengajar agama Islam karena siswa yang beragama Islam disekolah ini hanya 6 orang. Selain itu tugas tambahan menjadi kepala Lab TIK, Operator Sekolah yang menangani Dapodik, PMP, Erapor dan proktor UNBK. Prinsipku Practice makes perfect dan Long life education.

Demikianlah proses panjang pengalaman mengajarku sejak 2001. Berawal dari mengajar otodidak dilingkungan non formal hingga kini menjadi seorang guru profesional. Berdedikasi ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pengalaman-pengalaman yang kumiliki.

Pernah berada dilingkungan pesantren modern mayoritas beragama Islam. Kini aku mengajar dilingkungan mayoritas beragama Hindu, menjadikan pengalaman berharga dalam hidupku. 

Proses panjang yang kujalani tidak lah mudah penuh dengan liku-liku. Berpindah dari satu daerah ke daerah lain, dengan memegang teguh pepatah minang yang berasal dari kampung orang tuaku. “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.”

Jangan pernah menyerah sebelum mencoba. Bekerjalah dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Walaupun pekerjaan itu tidak ada uangnya. Dari situlah kita mendapatkan pengalaman yang  berharga, tidak dapat dibeli dengan uang.

Saya akhiri dengan ungkapan ibu kita Kartini “Nothing is impossible in this world what we look upon today tomorrow may be accomplished fact.” Tidak ada yang mustahil di dunia ini apa yang kita lihat hari ini,  besok bisa jadi kenyataan.

Penulis : Rita wati, S.Kom



 

 

 

 

 

 


Posting Komentar

17 Komentar

  1. Wah jadi di posting di sini mbak? Semakin bagus gaya berceritanya 👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih dee neti jangan lelah memberi masukannya ya

      Hapus
  2. Banyak tempat dan berbagai daerah dikunjungi, ttp profesi mengajar

    BalasHapus
  3. Inspiratif dan mudah di cerna. Barakallah...

    BalasHapus
  4. Tulisannya enak banget dibaca Mb, keren. ..

    BalasHapus
  5. Super Sekali pengalamannya
    Saya jadi terbawa suasana saat membacanya..terutama saat mengajar mengaji para lansia.

    CIHUUYYYY Mba...
    ayo Terus Menulis

    BalasHapus
  6. Gaya bertuturnya asyik. Pak D, suka.

    BalasHapus
  7. Balasan
    1. Perjalanan hidup Bu, terimakasih sudah berkunjung

      Hapus